Laman

Saturday, October 25, 2014


Hai Jabon, Beri Kami Kenangan

"Mbak, datang ke sekolah kok yang di cari Pak Bon bukan kepala sekolah". Celetuk seorang guru yang gak sempat aku lihat wajahnya. Aku cuma bisa ngelirik Arda, seolah-olah ngasih isyarat OMG hello.. trus kita kudu piye? Udah salah kostum datang kesekolah 'calon' tempat kita PPL pake Jeans, sekarang dimarahin gara-gara datang ke sekolah untuk nyari seorang Pak Bon. Arda malah lebih parah, pake Jeans sama kaos pula. Kita cuma bisa nyengir. Ya.. kita niatnya kan emang nyari kos dan gak kepikiran mau silaturrahim ke sekolah sih.

SMPN 1 Jabon, Sekolah Mengengah Pertama yang terletak di Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Saat melihat pengumuman penempatan lokasi mahasiswa PPL Aku berfikir, Sidoarjo ya? hmm.. gak jauh beda dari Surabaya kali ya?. Nak-kanak dengan dandanan necis dan gaya kece ala anak-anak kota umumnya. TEETTT... ternyata fikiran saya salah. Sidoarjo sih Sidoarjo, tapi Jabon ini lebih ke 'ndeso' nya Sidoarjo.


Tersembunyi dibelakang tanggul lumpur lapindo, dengan akses yang se-adanya. Ajeng bertanya pada Arda, "Bener ini tempatnya?", "Ini gak nyasar ta?" tambahku lagi. Sesekali mobil yang mengangkut kami bertiga, Aku, Ajeng, dan Arda harus mepet pinggiran sungai saat berpapasan dengan truck-truck pengangkut pasir. Setelah menyusuri jalanan di tepian kali porong, akhirnya sampailah kami di pemukiman warga, tepatnya di desa Dukuh Sari, Desa tempat bangunan SMPN 1 Jabon berdiri.

"Ayo mbak kesini.." Ajak bapak-bapak yang keliatannya lebih ramah. "Sampeyan tunggu disini sebentar ya". "Nggih Pak". Hanya itu yang bisa kami berdua jawab. Aku dan Arda ngeliatin ruangan itu, Ruang kepala sekolah nih, sepertinya sih.. Yap dan benar saja, Sesosok dengan senyum ramah itu muncul pertama kali di hadapan kami, Bapak Drs. H. Sa'dullah, M.M, Kepala SMP Negeri 1 Jabon. Beliau menjelaskan kepada kami tentang gambaran PPL di SMPN 1 Jabon. Dasar otakku yang masih belum connect, penjelasan Pak Sa'dullah cuma sekedar mampir ke register pengidraan, gak sampe berproses di memory bahkan di memory jangka pendek.

"Kalau kos-kosan di daerah sini dimana ya Pak?" tanya Arda. Yah.. melihat kondisi Jabon yang segitu juauhnya dari pusat kota, mau tidak mau kita harus tinggal d kos daerah Jabon. Gak mungkin pake bingits kalau tiap pagi harus pulang pergi dari ketintang (kampus kami) - Jabon. Pak Saadullah berbaik hati nyebutin beberapa pemilik kos di daerah Jabon sambil nunjukin arah jalan, tapi apalah daya, kita berdua hanya bisa mangut-mangut karna memang gak tahu daerah sana. Sudah gak kerasan dan daripada keterusan mangut-mangut seperti orang bloon di ruang yang ekstreemnya tingkat dewa ini, akhirnya kami berdua pamit. Bak orang sudah selesai buang hajat, rasanya lega banget, kami berdua lansung ngacir nyamperin Ajeng dan Leli yang nunggu di luar pagar sekolah. Sialan, mimpi apa kita tadi? belum-belum kena semprot guru. Edisi Pencitraan pertama "GAGAL TOTAL".

Program Pengalaman Lapangan atau yang disingkat PPL ini merupakan mata kuliah wajib yang harus di tempuh mahasiswa kependidikan. Kami ditugaskan mengajar di Sekolah-sekolah mitra yang bekerja sama dengan pihak kampus kami, Universitas Negeri Surabaya. Program yang membuat kami seenggak-enggaknya "Macak" guru. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains yang dengan beruntungnya mendapat penempatan di sekolah ini adalah Aku, Zumrotul Firdaus, panggil saja Zurfi. anak galauers alayers, yang paling demen sama yang namanya online. Lalu ada Leilia Nur Rahmawati, temen se-kosan di Surabaya juga temen se-gengs yang every where ewer deh. Ada pula Ajeng, Pemeluk Kristiani yang taat ini bernama lengkap Yusefin Ajeng Intarawati. Ajeng ini cukup unik, mahir banget nyetir mobil, tapi kalau naik sepeda motor.. jangan tanya, dia pernah nyunsep bersama motor barunya. Satu lagi yang banyak palingnya diantara kita namanya Arda, Susi Ardani Nuraini Agustin. Paling subur, paling cerewet tapi paling care sama temen, jadi paling gampang di rayu buat di mintai lontong.

Now What? Trus saiki kudu nyapo? bingung kan?. Jauh-jauh dari Surabaya cuma buat dapat Sindiran macam gitu?. AMpun deh... Untung saja Leli kepikiran buat hubungin Mbak Zizi, kakak kelas ankatan 2009 d Prodi Pendidikan Sains Unesa yang tahun lalu PPL di sekolah ini juga. Kata Leli rumah mbaknya gak jauh dari sini.

Syukur Alhamdulillah punya kakak kelas sebaik mbak zizi, 10 menit kemudian mbaknya sudah cus di depan kita, dan lebih beruntungnya lagi mbak zizi ini fasih banget bahasa jawa halusnya. Kita pun dipertunjukkan 3 kos yang biasanya digunakan anak PPL. Kos Bu Hindun, Kos Bu Endang, dan Kos Bu Munah.

"Dik, kalau malam gak usah jalan-jalan jauh-jauh ya.. apalagi lewat tuwang", kata mbak Zizi. Aku melongo. Bagus.. belum-belum ada kisah mistisnya pikirku. Ternyata tidak, bukan mistisnya yang di maksud mbak Zizi, tapi memang Jabon ini 'sedikit' terisolasi. Akses ke Kota harus melewati jalan yang sepi sepanjang bantaran kali porong dan tempat ini biasanya digunakan untuk tempat balapan liar. "Tenang aja Mbak, kita anak baik-baik kok". hehehe

Semangkuk bakso Jabon cukuplah untuk mewakili ucapan terimakasih kami pada mbak Zizi, sekaligus mengisi kembali tangki-tangki kami yang kosong, sekaligus perkenalan sama kuliner Jabon. Jam menunjukkan pukul 2 Siang, Aku, dan Arda naik mobilnya Ajeng, bersiap kembali ke kota Surabaya, Lelia menyalakan gas motornya, kembali pulang ke mojokerto. Kami melambaikan tangan pada Mbak Zizi. di perjalanan kembali, aku menatap tepi sungai porong.. Hai Jabon, Beri kami kenangan..

0 comments:

Post a Comment